Komisi VII Inginkan Pembangunan Pabrik Pupuk di Sulbar
Komisi VII Dawan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menilai dengan didukung potensi gas yang ada di Block Sebuku di wilayah pulau Laria-Lariang, menginginkan pembangunan pabrik pupuk di provinsi Sumatera Barat.
Sulbar sebagai provinsi harus ada industri, harus ada keadilan. Sulbar juga merupakan koridor ekonomi, yang memiliki daerah pertanian dan perkebunan yang banyak terdapat wilayah Sulbar, sehingga sudah sepantasnya pabrik pupuk juga di bangun di provinsi ini. “Apabila hal ini terjadi maka pabrik ini akan menjadi pabrik pertama yang ada di Indonesia bagian timur,” tegas Nazaruddin saat mengikuti kunjungan kerja Komisi VII di Provinsi Sulbar, Selasa (17/4).
Dukungan juga terlontar dari Nazaruddin Kiemas, yang mengatakan Setelah mempelajari ternyata jika pipa ditarik ke provinsi lain itu 340 km, hampir tiga kali lipat dibanding ke Sulbar. Dia mengungkapkan bahwa pabrik tambahan pupuk kaltim itu sendiri belum di bangun. “Jadi kalo belum dibangun toh haknya tetap sama untuk PKT tapi di bangunnya di Sulbar. Jadi hak gasnya tetap sama. PKTnya pun ada keuntungan pipanya lebih pendengan maka biayanya lebih murah,” paparnya.
Memang ada masalah teknis masalah palung namun menurut masukan para ahli hal itu dengan teknologinya dapat teratasi. Untuk pemerintah costrecovery hanya sepertiganya. Jadi saling menguntungannya dan untuk Sulbar belum ada industri.
Wakil ketua Komisi VII Zainudin Amali menegaskan, akan berkoordinasi dengan komisi VI DPR yang membidangi industri dan BUMN, supaya bagian dari pupuk kaltim yang holding ada di Pusri dapat dilakukan di Sulbar, mengenai keterlambatan dapat diteloransi sampai dua tahun, namun efeknya masyarakat merasakan secara langsung apa yang terkandung di dalam perut bumi mereka.
Dia menambahkan dibanyak tempat kenapa tidak memberikan dukungan penuh, apa itu minyak, gas, atau lainnya, karena mereka tidak merasakan secara langsung. Tempatnya dieploitasi SDA, tapi tidak merasakan manfaatnya. Menurut Zainudin, Kita harus merubah paradigma itu, apa yang utama yang kita makmurnya dimana tempat dimana tempat SDA itu ada. Itu merupakan kewajiban kami melihat secara obyektif. (as) Foto: Agung Sulistiono.